CIMAHI - Konsumen di Kota Cimahi mempertanyakan penggalangan dana sosial yang dilakukan sejumlah perusahaan ritel yang ada di kota tersebut dengan modus tidak ada kembalian dalam bentuk uang receh.
Salah satu perusahaan ritel yang banyak dikeluhkan konsumen adalah Alfamart. Minimarket yang berada dibawah PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk itu memang mendominasi pasar ritel di Kota Cimahi bahkan mungkin nusantara.
Modusnya adalah saat konsumen membeli barang dengan harga yang tidak bulat seperti Rp4.700, sementara konsumen membayar dengan uang nominal Rp5.000. Maka, si kasir akan menawarkan solusi kepada konsumen agar uang kembalian sebesar Rp300 itu untuk didonasikan.
Bagi konsumen yang kritis, uang donasi itu tersebut tidak jelas peruntukannya. Berapa jumlah uang yang terkumpul? diserahkan kemana? dan digunakan untuk apa?
Leli Hasanah, 26, warga Cihanjung, Kota Cimahi mengatakan, donasi yang dihimpun Alfamart patut dipertanyakan karena tidak pernah transparan dan tidak jelas bentuk pertanggung jawabannya terhadap konsumen.
"Bahkan yang aneh lagi, uang yang didonasikan itu tidak tercantum dalam struk pembayaran yang diserahkan oleh kasir. Itu artinya, donasi itu akan sulit bisa diaudit oleh masyarakat," katanya, kepada wartawan, Jumat (24/7/2015).
Dengan cara-cara seperti itu, wajar apabila dirinya selaku konsumen dan masyarakat mulai mempertanyakan sekaligus meragukan upaya penggalangan dana yang dilakukan perusahaan ritel itu.
Hal yang samapun disampaikan Diaz Silviany, 27. Menurutnya, seharusnya sebagai perusahaan profesional Alfamart tidak menyepelekan azas transparansi. Pasalnya, sekalipun uang yang didonasikan jumlahnya kecil apabila dikali sekian ribu konsumen, maka hasilnya akan ratusan juta bahkan mungkin bisa miliaran rupiah.
Menanggapi hal ini, Koordinator Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi mengakui, saat ini marak penggalangan dana sosial yang dilakukan oleh perusahaan ritel. Perusahaan ritel, sering mengaku tidak ada uang recehan.
"Padahal setelah kami sampaikan masalah ini kepada Bank Indonesia, mereka telah menyediakan uang recehan dalam jumlah banyak. Dengan kata lain, uang recehan tidak dijadikan alasan," ujarnya.
Sementara itu, seringkali pihak kasir dari outlet ritel itu sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan konsumen saat ditanya didonasikan kemana dan digunakan untuk apa uang kembalian konsumen tersebut? Hal ini jelas memunculkan dugaan adanya penggelapan uang publik.
"Konsumen punya hak untuk meminta pertanggungjawaban uang yang telah mereka titipkan. Donasi itu harus tertulis dan bisa disampaikan kepada penggunaannya," ujarnya.
Secara terpisah, Koordinator Corporate Communication PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk Bandung I, M Afran membantah hal itu. Menurutnya, seharusnya konsumen itu harus rajin membaca media massa. Karena penggunaan dana hasil donasi disampaikan lewat media.
Disinggung mengenai, uang donasi yang tidak tercatat dalam struk, dirinya meminta agar konsumen menanyakan hal itu kepada sang kasir. Karena seharusnya, uang yang didonasikan pun tercatat dalam struk dan masuk sistem laporan keuangan perusahaan.
"Laporan penggunaan uang pun kami sampaikan di mading yang ada di outlet. Tapi, tidak semua outlet memiliki ruang untuk mading. Salah satu penggunaan uang donasi pada bulan puasa lalu kami bagikan kepada masyarakat tidak mampu lewat 10.000 bingkisan," paparnya.
Sumber : Bisnis.com