Perlambatan ekonomi, anjloknya harga komoditas, kebutuhan bahan pokok, amblesnya
rupiah mendekati Rp 14.000 per dollar AS, Indeks Harga Saham Gabungan yang menyentuh level 4.400-an, hingga perombakan kabinet, jadi warna utama keseharian belakangan ini. Boro-boro memperingati Hari Koperasi 12 Juli lalu yang hampir tak terdengar gaungnya, orang akan lebih berpikir bagaimana mengamankan dapur supaya tetap ngepul.
Tetapi, sebenarnya ada yang menarik dari rencana pemerintah terhadap koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Tahun ini merupakan tahun perdana implementasi cetak biru pembiayaan terhadap UMKM, terutama koperasi.
Menarik lantaran selama ini fungsi koperasi sebagai lembaga ekonomi yang menyumbang pertumbuhan dan menggerakkan roda perekonomian Indonesia belum berjalan semestinya. Menurut pengamat ekonomi dan koperasi Subiakto Tjakrawerdaja yang juga mantan menteri koperasi, koperasi seharusnya mampu jadi solusi alias wadah pemberdayaan ekonomi rakyat mengurangi kemiskinan dan ketimpangan.
Faktanya, jumlah orang miskin di Indonesia menembus angka 27,73 juta jiwa. Sekitar 10,36 juta jiwa di wilayah perkotaan dan 17,37 juta jiwa ada di pedesaan. Bahkan, tahun ini, angka kemiskinan diprediksi naik mencapai 30,25 juta jiwa alias 12,25 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Sementara indeks gini rasio mencapai 0,42. Artinya, jurang ketimpangan orang kaya dan miskin makin lebar. Ironis, kata Subiakto, kemiskinan sebagai masalah utama bangsa tetapi belum tuntas meskipun punya lembaga ekonomi bernama koperasi. “Artinya, selama ini peran koperasi belum berfungsi sebagaimana semestinya,” tutur Subiakto ke Kontan, Kamis (13/8/2015).
Pembiayaan
Secara garis besar, ada empat rencana pemerintah dalam cetak biru yang diperoleh Kontan. Menurut rencana, penerapan cetak biru ini akan berlangsung 2015–2019. Keempat poin rencana cetak biru itu adalah peningkatan akses pembiayaan, perluasan skema pembiayaan, peningkatan kapasitas koperasi dan UMKM, serta pengembangan kapasitas sistem pendukung. Penjelasannya:
Pertama, berhubungan dengan kerjasama jasa keuangan dan akses pembiayaan. Contoh konkretnya, mulai tahun ini pemerintah akan menyiapkan lembaga apex yang fungsinya semacam pooling fund untuk pembiayaan bagi koperasi dengan target 2017 mulai beroperasi. Contoh lainnya, edukasi dan peningkatan literasi serta kemudahan akses pembiayaan ke pasar modal.
Kedua, fokus pada berbagai skema pembiayaan yang bisa diakses oleh koperasi.
Ketiga, penerapan pengembangan kelembagaan, permodalan, serta sumber daya manusia (SDM). Pengembangan sistem pengawasan terhadap koperasi juga masuk di poin ini.
Keempat, pemerintah akan segera membentuk bank atau lembaga pembiayaan khusus petani, koperasi, dan UMKM. Integrasi sistem bank dan lembaga keuangan terutama pada pembiayaan serta payung hukum juga jadi fokus poin ini.
Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Choirul Djamhari bilang, fokus utama cetak biru ini terarah kepada pembiayaan ke koperasi dan UMKM. “Sudah dua tahun terakhir kami menyiapkan ini. Yang paling sulit adalah mengorkestrasi sekitar 17 lembaga terakit supaya punya program yang sejalan,” ujarnya.
Hambatan lainnya ada di persoalan pengawasan, model ukuran kesehatan alias permodalan, SDM, infrastruktur, dan sebagainya. Ada juga akses lembaga keuangan (financial inclusion), melek keuangan (financial literacy), serta skema-skema pembiayaan yang masih terbatas (financial deepening).
Padahal, menurut Menteri Kemenkop dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, jumlah koperasi mencapai 209.488 dengan volume usaha mencapai Rp 189,86 triliun. Jumlah yang tentu tak bisa dipandang sebelah mata, terutama perannya menggerakkan roda ekonomi.
Sebagai langkah perdana cetak biru, Kemkop meluncurkan tujuh langkah strategi, salah satunya pembuatan database online. Ada 67.241 unit koperasi (45,66 persen) tak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan. Program ini memberi sertifikat nomor induk koperasi bagi koperasi aktif, sementara 62.234 unit koperasi dibubarkan Kemkop.
Menurut Edi Kartika, Direktur Utama Koperasi Warga Semen Gresik, cetak biru inilah yang dinanti industri. Apalagi, sejalan dengan proyek kabinet Joko Widodo (Jokowi). Apakah ini senjata baru Jokowi jangka menengah–panjang? Kata Subiakto, yang penting fungsi koperasi harus segera berjalan sebagaimana mestinya. (Andri Indradie, Lisa Riani, Silvana Maya Pratiwi, Tedy Gumilar)
Sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/