Jakarta - Direktur Institute for Economic Development and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) harus diberdayakan untuk menghadapi perlambatan ekonomi yang kini sedang terjadi.
"UMKM harus diberdayakan agar potensi dalam negeri menjadi penopang dan penyelamat negara seperti pada krisis 1998," ujar dia dalam diskusi bertajuk "Menakar UKM di Tengah Perlambatan Ekonomi" di Jakarta, Minggu (23/8/2015).
Kementerian Koperasi dan UKM, kementerian terkait dan pemda, tutur dia, harus fokus mengoptimalkan potensi UMKM sebagai salah satu cara untuk ke luar dari perlambatan ekonomi. Dengan kekuatan sektor riil, menurut dia, kondisi global tidak akan memberikan dampak langsung pada perekonomian Indonesia seperti yang terjadi sekarang.
Adanya perang mata uang seperti devaluasi yang dilakukan Tiongkok dan Vietnam, kata dia, sebenarnya justru menunjukkan Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan daya saing UMKM.
"Untuk meningkatkan daya saing diantaranya memang membangun kualitas SDM yang kini sangat rendah kualitasnya," tutur Enny.
Untuk itu, kata dia, Kementerian Koperasi dan UKM harus memberikan pendampingan dan pendidikan pada pelaku UMKM untuk menghasilkan produk yang berkualitas serta kemasan yang bagus. Siswa sekolah menengah kejuruan (SMK), tutur dia, juga dapat dipersiapkan sebagai tenaga kerja terampil yang akan mendukung sektor UMKM.
"Kalau saya lihat UMKM kita saat ini baru bisa produksi, tetapi tidak mengetahui pasar. Di situlah pentingnya pendampingan," kata dia.
Ia mengatakan meningkatkan kualitas SDM yang berdampak pada meningkatnya kualitas produk juga akan memudahkan UMKM mendapatkan bantuan permodalan dari perbankan untuk pengembangan usahanya. Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram menuturkan melemahnya bisnis UMKM terlihat saat dirinya melakukan kunjungan kerja ke sejumlah pusat perbelanjaan di Jakarta, ia menemukan penurunan jumlah pendapatan dari para pedagang.
"Menurun sampai 40 persen. Biasanya menjual 100 item misalnya jadi 60 item saja," ujar Agus.
Selain itu, kata dia, jumlah pinjaman di beberapa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga menurun. Padahal kini pemerintah mengeluarkan tiga kebijakan terbaru terkait KUR untuk memicu gairah UMKM, diantaranya KUR Mikro dengan plafon maksimum Rp25 juta, KUR Ritel dengan plafon di atas Rp25 juta sampai Rp 500 juta, dan KUR TKI dengan suku bunga 12 persen.
Selain itu, pemerintah mematok bunga pinjaman 12 persen untuk KUR mikro, turun jauh dari bunga yang ditetapkan tahun sebelumnya yakni 22 persen.
"Penurunan bunga KUR itu di tatanan kebijakan sudah selesai diputus, tinggal di bank selanjutnya yang melanjutkan ke UMKM," tutur dia. (Ant)
Sumber : WE Online